Minggu, 21 Agustus 2011

PENCIPTAAN SITI HAWA

Tanya:

Mohon penjelasan Bapak tentang kejadian atau penciptaan Siti Hawa. Mengapa dalam QS. Az-Zumar [49]: 6, al-Qur’ân menggunakan redaksi “tsumma ja’ala minhaa zaujahaa“, sedangkan dalam QS. an-Nisa’ [4]: 1, al-Qur’ân menggunakan redaksi “wa khalaqa minhaa zaujahaa“. Padahal, antara khalaqa dan ja’ala berbeda arti atau maknanya. Ja’ala berarti membuat sesuatu dari sesuatu yang telah ada, sedangkan khalaqa membuat sesuatu yang belum ada sama sekali. Demikian pertanyaan saya.

[Ir. Rosihan Indrawanto - Jakarta]

Jawab:

Al-Qur’ân memilih kata dan susunan redaksi sesuai dengan pesan yang hendak disampaikannya. Dari sini tidak jarang al-Qur’ân menggunakan redaksi yang berbeda walaupun yang diuraikan sama. Perhatikan, misalnya, “pertanyaan Allah” kepada iblis ketika ia enggan sujud kepada Adam. Dalam QS. al-A’raf [7]: 12, pertanyaan-Nya berbunyi, Maa mana’aka alla tasjuda idz amartuka? (Apakah yang menghalangimu [sehingga] engkau tidak sujud saat Aku menyuruhmu [sujud]?). Sedangkan dalam QS. Shad [38]: 75, redaksi pertanyaan-Nya adalah, Maa mana’aka an tasjuda lima khalaqtu biyadayya? (Apakah yang menghalangi engkau sujud terhadap apa yang Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku?).

Bukan di sini tempatnya menguraikan ihwal perbedaan tersebut. Yang ingin saya garis bawahi adalah bahwa setiap redaksi mempunyai pesan tertentu.

Dalam konteks pertanyaan Anda, terlebih dahulu harus dikemukakan bahwa kata “khalaqatidak selalu harus diartikan “membuat sesuatu yang belum ada sama sekali”. Pakar bahasa al-Qur’ân, ar-Raaghib al-Isfahany, dalam bukunya Mu’jam Mufradat al-Qur’ân, mengemukakan bahwa kata “khalaqa” pada mulanya berarti “mengukur” dan digunakan untuk “penciptaan sesuatu tanpa bahan dan tanpa contoh sebelumnya”. Namun, tulisnya lebih jauh, “kata itu juga digunakan untuk makna mewujudkan sesuatu dari sesuatu”.

Jika demikian, maka kata “khalaqa” dan “ja’ala” pada kedua ayat yang Anda sebut di atas mempunyai makna yang sama. Di sisi lain, saya mengamati bahwa redaksi “ja’ala” lebih menekankan pada manfaat yang dapat diperoleh dari dijadikannya sesuatu menjadi sesuatu, sedangkan “khalaqa” menekankan pada kemahakuasaan Allah dan kehebatan ciptaan-Nya. Jadi QS. an-Nisa’ [4]: 1 di atas, yang berbicara tentang penciptaan pasangan-bagi Adam atau manusia secara umum-mengandung pesan tentang betapa hebatnya Allah yang menciptakan itu. Sedangkan QS. az-Zumar [39]: 6 yang menggunakan kata “ja’ala” untuk menekankan betapa besar manfaat yang dapat diperoleh manusia dari hasil kejadian itu, dan bahwa mereka hendaknya dapat menarik sebanyak mungkin manfaat dari adanya pasangan yang dijadikan Allah untuk Adam, atau untuk manusia secara umum.

Demikian, wallahu a’lam.

[M. Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi Al Qur’ân]
.....TERBARU.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...