Selasa, 28 Oktober 2014

Bank Muamalat Indonesia

Atas prakarsa sejumlah tokoh Islam, didirikanlah di Indonesia Bank Muamalat Indonesia (BMI). Tujuan pendiriannya, antara lain, adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terbanyak bangsa Indonesia sehingga semakin sempit kesenjangan sosial-ekonomi yang terasakan selama ini. Praktik bank ini tidak berbeda dengan bank-bank yang lain, kecuali bahwa semua usahanya didasarkan atas tuntunan syariat Islam.


"Muamalat" berarti "hubungan" atau "interaksi". Nabi saw. pernah bersabda bahwa al-din al-mu'amalat, yang pengertiannya adalah bahwa inti keberagamaan adalah hubungan (yang serasi) khususnya dengan sesama manusia. Agaknya, nama "Muamalat" dipilih karena Bank tersebut bermaksud menekankan bahwa cara kerjanya selalu bertumpu pada upaya menciptakan keserasian hubungan.

Perekonomian dalam ajaran Islam bersedikan dua hal pokok, yaitu usaha dan harta benda. Usaha tersebut bernilai ibadah, dan harus berdasarkan akidah dan akhlak. Karena itu, semua usaha yang bertentangan dengan nilai-nilai akidah dan akhlak dilarangnya. Sendi akhlak Islam dalam kaitannya dengan muamalat adalah persaudaraan. Persaudaraan bukan sekadar hubungan take and give atau pertukaran manfaat, tetapi lebih dari itu adalah memberi tanpa menanti imbalan dan membantu walaupun tidak diminta.

Dahulu, sebelum dan awal masa Islam, hubungan dua pihak yang melakukan transaksi ekonomi seringkali didasari oleh eksploitasi sehingga mengakibatkan ketimpangan dan kesenjangan. Dalam transaksi utang-piutang, misalnya, jika seorang ingin berutang dan tidak mampu membayar pada waktu yang telah ditetapkan, kreditor baru menyetujui pemberian utang atau penangguhan pembayaran jika si peminjam bersedia membayar lebih dan dengan kelebihan yang berlipat ganda pula. Itulah riba yang diharamkan Al-Quran, dan inilah yang dinamakan dengan penganiayaan. Petunjuknya adalah Kamu berhak atas modalmu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya. Jika si peminjam dalam kesulitan, maka tangguhkanlah sampai dia mampu! Menyedekahkan lebih baik bagimu jika kamu mengetahui (QS 2: 280).

Harta dalam bahasa Al-Quran antara lain dinamai khair (baik), karena perolehan dan penggunaannya harus selalu dengan cara baik. Salah satu sisi kebaikan tersebut adalah memfungsikan---paling tidak---sebagian darinya untuk kepentingan sosial. Ini agaknya rahasia mengapa ketika Al-Quran berbicara tentang mal (harta) kata itu dinisbahkannya pada Allah, atau "kamu", "mereka", dan "anak-anak yatim" (kesemuanya dalam bentuk jamak) atau sama sekali tidak dinisbahkan pada siapa pun.

Memang ada satu kali kata "hartaku" dalam bentuk tunggal (QS 69: 28) tetapi itu diucapkan oleh orang yang menyesal di Hari Kemudian. Sementara ada enam kali kata "hartanya", lima di antaranya dalam konteks negatif, sedangkan sisa yang sekali adalah pujian bagi yang menyerahkan hartanya untuk menyucikan diri.

Harta harus dikembangkan dan berdosa bagi yang menyia-nyiakannya. Jika ada utang, sekecil apa pun, hendaknya ditulis, agar tidak hilang atau menimbulkan perselisihan. Pihak-pihak yang berkaitan dengan penulisan transaksi tersebut jangan ada yang dirugikan. Itu sebagian kandungan kandungan ayat terpanjang dalam Al-Quran (lihat QS 2: 282)[]

M. Quraish Shihab, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, halaman 337-339
.....TERBARU.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...